STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI ERA GLOBALISASI
Anggota
Kelompok :
1.
Mulkanur Rohim 12413241044
2.
Heru Hermawan 12413244001
3.
Rahma Dewi Agustin 12413244006
4.
Febria Linggawati R 12413244007
5.
Rachmat Kuncono 12413244018
6.
Diah Agil Saputri 12413244022
MATERI
1
A. Konsep Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan sebagai proses
mengembangkan, memandirikan, menswadayakan,memperkuat posisi tawar menawar
masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatanpenekan di segala bidang dan
sektor kehidupan (Sutoro Eko, 2002). Konsep pemberdayaan(masyarakat desa) dapat
dipahami juga dengan dua cara pandang. Pertama, pemberdayaandimaknai dalam
konteks menempatkan posisi berdiri masyarakat. Posisi masyarakat bukanlah obyek penerima manfaat (beneficiaries)
yang tergantung pada pemberian daripihak luar seperti pemerintah, melainkan
dalam posisi sebagai subyek (agen
ataupartisipan yang bertindak) yang berbuat secara mandiri. Berbuat secara
mandiri bukanberarti lepas dari tanggungjawab negara. Pemberian layanan publik
(kesehatan, pendidikan, perumahan, transportasi dan seterusnya) kepada
masyarakat tentu merupakantugas (kewajiban) negara secara given. Masyarakat
yang mandiri sebagai partisipan berartiterbukanya ruang dan kapasitas
mengembangkan potensi-kreasi, mengontrol lingkungandan sumberdayanya sendiri,
menyelesaikan masalah secara mandiri, dan ikut menentukanproses politik di
ranah negara. Masyarakat ikut berpartisipasi dalam proses pembangunandan
pemerintahan (Sutoro Eko, 2002).
Permendagri RI Nomor 7 Tahhun 2007
tentang Kader Pemberdayaan Masyarakat,dinyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat
adalah suatu strategi yang digunakan dalampembangunan masyarakat sebagai upaya
untuk mewujudkan kemampuan dan kemandiriandalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara (Pasal 1 , ayat (8)).
Inti pengertian pemberdayaan masyarakat
merupakan strategi untuk mewujudkankemampuan dan kemandirian masyarakat. Selain
itu, pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses untuk meningkatkan kemampuan
atau kapasitas masyarakat dalam memamfaatkan sumber daya yang dimiliki, baik
itu sumber daya manusia (SDM) maupun
sumber daya alam (SDA) yang tersedia dilingkungannya agar dapat meningkatkan
kesejahteraan hidupnya. Namun upaya yang dilakukan tidak hanya sebatas untuk
meningkatkan kemampuan atau kapasitas dari masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, tetapi juga untuk membangun jiwa kemandirian masyarakat agar
berkembang dan mempunyai motivasi yang kuat dalam berpartisipasi dalam proses
pemberdayaan. Masyarakat dalam hal ini menjadi pelaku atau pusat proses
pemberdayaan. Hal ini juga dikuatkan oleh pendapat Sumodingrat (2009:7), yang
mengemukakan bahwa masyarakat adalah makhluk hidup yang memiliki relasi sosial
maupun ekonomi, maka pemberdayaan sosial merupakan suatu upaya untuk membangun
semangat hidup secara mandiri dikalangan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
hidup masing-masing secara bersama-sama.
B. Tujuan dan Strategi Pemberdayaan
Masyarakat
Tujuan
pemberdayaan masyarakat adalah memampukan dan memandirikanmasyarakat terutama
dari kemiskinan dan keterbelakangan/kesenjangan/ketidakberdayaan.Kemiskinan
dapat dilihat dari indikator pemenuhan kebutuhan dasar yang
belummencukupi/layak. Kebutuhan dasar itu, mencakup pangan, pakaian, papan,
kesehatan,pendidikan, dan transportasi. Sedangkan keterbelakangan, misalnya
produktivitas yangrendah, sumberdaya manusia yang lemah, terbatasnya akses pada
tanah padahalketergantungan pada sektor pertanian masih sangat kuat, melemahnya
pasar-pasarlokal/tradisional karena dipergunakan untuk memasok kebutuhan
perdaganganinternasional. Dengan perkataan lain masalah keterbelakangan
menyangkut struktural(kebijakan) dan kultural (Sunyoto Usman, 2004).
Ada
beberapa strategi yang dapat menjadi pertimbanganuntuk dipilih dan kemudian
diterapkan dalam pemberdayaan masyarakat, yaitu :
1. Menciptakan
iklim, memperkuat daya, dan melindungi.Dalam upaya memberdayakan masyarakat
dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu ;pertama, menciptakan suasana atau iklim
yang memungkinkan potensi masyarakatberkembang (enabling). Disini titik
tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia,setiap masyarakat, memiliki
potensi yang dapat dikembangkan.
2. Memperkuat
potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering).Dalam
rangka pemberdayaan ini, upaya yang amat pokok adalah peningkatan
tarafpendidikan, dan derajat kesehatan, serta akses ke dalam sumber-sumber
kemajuan ekonomiseperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar.
Masukan berupapemberdayaan ini menyangkut pembangunan prasarana dan sarana
dasar fisik, sepertiirigasi, jalan, listrik, maupun sosial seperti sekolah dan
fasilitas pelayanan kesehatan, yangdapat dijangkau oleh masyarakat pada lapisan
paling bawah, serta ketersediaan lembagalembagapendanaan, pelatihan, dan
pemasaran di perdesaan, dimana terkonsentrasipenduduk yang keberdayaannya amat
kurang. Untuk itu, perlu ada program khusus bagimasyarakat yang kurang berdaya,
karena program-program umum yang berlaku tidakselalu dapat menyentuh lapisan
masyarakat ini.
Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu
anggota masyarakat,tetapi juga pranata-pranatanya. Menanamkan nilai-nilai
budaya modern, seperti kerjakeras, hemat, keterbukaan, dan kebertanggungjawaban
adalah bagian pokok dari upayapemberdayaan ini. Demikian pula pembaharuan
institusi-institusi sosial danpengintegrasiannya ke dalam kegiatan pembangunan
serta peranan masyarakat didalamnya. Yang terpenting disini adalah peningkatan
partisipasi rakyat dalam prosespengambilan keputusan yang menyangkut diri dan
masyarakatnya. Oleh karena itu,pemberdayaan masyarakat amat erat kaitannya
dengan pemantapan, pembudayaan,pengamalan demokrasi.
3. Memberdayakan
mengandung pula arti melindungi. Dalam prosespemberdayaan, harus dicegah yang
lemah menjadi bertambah lemah, oleh karenakekurangberdayaan dalam menghadapi
yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan danpemihakan kepada yang lemah amat
mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Melindungi tidak
berarti mengisolasi atau menutupi dari interaksi, karena halitu justru akan
mengerdilkan yang kecil dan melunglaikan yang lemah. Melindungi harusdilihat
sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang,
sertaeksploitasi yang kuat atas yang lemah. Pemberdayaan masyarakat bukan
membuat masyarakat menjadi makin tergantung pada berbagai program pemberian (charity).Karena, pada dasarnya setiap
apa yang dinikmati harus dihasilkan atas usaha sendiri (yanghasilnya dapat
dipertikarkan dengan pihak lain). Dengan demikian tujuan akhirnya
adalahmemandirikan masyarakat, memampukan, dan membangun kemampuan untuk
memajukandiri ke arah kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan.
C. Pemberdayaan Masyarakat Berbasis
Kearifan Lokal di Era Globalisasi
Dalam
Kamus Inggris Indonesia, local
berarti setempat,sedangkan wisdom
(kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdom(kearifan
setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifatbijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang
tertanam dan diikuti oleh anggotamasyarakatnya (Sartini, 2004). Kearifan lokal
atau sering disebut local wisdom
dapatdipahami sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi)
untukbertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang
terjadi dalam ruangtertentu (Ridwan, 2007). Pengertian di atas, disusun secara
etimologi, di mana wisdomdipahami sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan
akal pikirannya dalambertindak atau bersikap sebagai hasil penilaian terhadap
sesuatu, objek, atau peristiwa yangterjadi.
Sebagai
sebuah istilah wisdom sering
diartikan sebagai ‘kearifan/kebijaksanaan’.Kearifanlokal merupakan pengetahuan
yang eksplisit yang muncul dari periode panjang yangberevolusi bersama-sama
masyarakat dan lingkungannya dalam sistem lokal yang sudahdialami bersama-sama.
Proses evolusi yang begitu panjang dan melekat dalam masyarakatdapat menjadikan
kearifan lokal sebagai sumber energi potensial dari sistem pengetahuankolektif
masyarakat untuk hidup bersama secara dinamis dan harmonis. Pengertian
inimelihat kearifan lokal tidak sekadar sebagai acuan tingkah-laku seseorang,
tetapi lebih jauh,yaitu mampu mendinamisasi kehidupan masyarakat yang penuh
keadaban. Pada akhirnyakearifan lokal dijadikan pandangan hidup dan ilmu
pengetahuan serta berbagai strategikehidupan yang berwujud aktivitas yang
dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawabberbagai masalah dalam pemenuhan
kebutuhan mereka yang meliputi seluruh unsurkehidupan: agama, ilmu pengetahuan,
ekonomi, teknologi, organisasi sosial, bahasa dankomunikasi, serta kesenian.
Mereka mempunyai pemahaman, program, kegiatan, pelaksanaanterkait untuk mempertahankan,
memperbaiki, mengembangkan unsur kebutuhan mereka,dengan memperhatikan
lingkungan dan sumber daya manusia yang terdapat pada wargamereka.
Masyarakat
tanpa konflik yang majemuk jika dipahami secara sepintas merupakan format
kehidupan sosial yangmengedepankan semangat demokratis dan menjunjung tinggi
nilai-nilai hak asasi manusia.Dalam masyarakat tanpa konflik yang majemuk ,
warga bekerjasama membangun ikatan sosial, jaringanproduktif dan solidaritas
kemanusiaan yang bersifat non-govermental untuk mencapaikebaikan bersama.
Beberapa indikator yang dapat digunakan sebagai ukuran dalammewujudkan
tercapainya masyarakat tanpa konflik yang majemuk, yaitu: 1) terpeliharanya
eksistensi agama atau ajaran-ajaran yang ada dalam masyarakat; 2) terpelihara dan
terjaminnya keamanan,ketertiban, dan keselamatan; 3) tegaknya kebebasan
berpikir yang jernih dan sehat; 4)terbangunnya eksistensi kekeluargaan yang
tenang dan tenteram dengan penuh toleransi dantenggang rasa; 5) terbangunnya
kondisi daerah yang demokratis, santun, beradab sertabermoral tinggi; dan 6)
terbangunnya profesionalisme aparatur yang tinggi untukmewujudkan tata
pemerintahan yang baik, bersih berwibawa dan bertanggung jawab.
Dalam
masyarakat multikultural seperti Indonesia di era globalisasi, paradigma
hubungan dialogal ataupemahaman timbal balik sangat dibutuhkan, untuk mengatasi
ekses-ekses negatif dari suatuproblem disintegrasi bangsa dengan masuknya
budaya-budaya luar harus mengupayakan adanya filterisasi budaya. Oleh karena
itu, multikulturalisme bukan sekedar mengakuiyang berbeda dan lebih merupakan
pembedaan yang simetris (symetrical
differentiatedcitizenship) dengan mengakui adanya pluralitas identitas
dalam masyarakat. Hal inilah yangmestinya didorong oleh kebijakan Otonomi
Daerah dalam rangka mengeliminir
munculnyaloyalitas sempit atas dasar agama maupun ikatan kesukuan belaka.
Selain itu, melaluipluralitas identitas, maka perjuangan kepentingan masyarakat
lokal tidak lagi terjebak padaisu-isu primordial dan sekterian yang bisa
mengancam harmoni lokal itu sendiri.Implementasi Otonomi Daerah juga
meniscayakan pemberian ruang politik dan aspirasikepada masyarakat untuk
berpartisipasi secara luas. Prinsip penerimaan dan penghargaanterhadap
keberagaman nilai-nilai merupakan pembiakan dari prinsip demokrasi yang
tidaksaja mendorong terciptanya partisipasi dari dan pemberdayaan bagi semua
golonganmasyarakat. Akan tetapi pembiakan dari prinsip demokrasi ini juga akan
terwujud dalambentuk mengakui dan menghargai keberagaman budaya serta ide atau
pendapat yang salingberbeda maupun mengakui dan menghargai prinsip Otonomi
Daerah yang luas dan nyatayaitu keberadaan hak-hak asli daerah dan hak-hak
rakyat didaerah.
Globalisasi
merupakan suatu proses meningkatnya saling ketergantungan ekonomi, kultural, lingkungan,
sosial dan lingkungan lintas negara yang bebas, serta munculnya kecenderungan
bentuk dan proses homogenisasi,
hibridisasi dan diferensiasi kultur (nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, dan
perilaku masyarakat) global. Selain itu, globalisasi adanya perkembangan dalam
proses penyatuan integrasi ekonomi masyarakat
yang disebabkan oleh kemajuan
teknologi komunikasi-informasi, yang menjadikan dunia semakin kecil sehingga
faktor faktor produksi dapat bergerak antar bangsa dengan cepat nyaris tidak dapat dikontrol di masyarakat.
Di masyarakat Indonesia, perkembangan globalisasi semakin pesat dan canggih.
Dengan adanya globalisasi maka semakin hilang jati diri bangsa Indonesia yang
dahulunya adanya budaya rewangsekarang
mulai hilang yang digantikan dengan catering.
Kemajemukan
(pluralitas) dan keanekaragaman (heterogenitas atau diversitas) masyarakatdan
kebudayaan di Indonesia merupakan kenyataan sekaligus keniscayaan, nilai
aslimasyarakat Indonesia adalah nilai yang didalamnya melekat dengan konsep multikultural,nilai-nilai
seperti toleransi beragama, agregasi sosial, kemajemukan kultural dan
etnik,menjadi alasan mengapa para pendiri bangsa ini memilih Pancasila dari
pada pada ideologibernuansa agama. Keniscayaan ini harus kita akui secara
jujur, terima dengan lapang dada,kelola dengan cermat, dan jaga dengan penuh
rasa syukur; bukan harus kita tolak, abaikan,sesalkan, biarkan, dan diingkari
hanya karena kemajemukan dan keanekaragaman itu menimbulkan berbagai ekses
negatif, antara lain benturan masyarakat dan kebudayaan lokal di pelbagai
tempat di Indonesia, apalagi zaman sekarang adanya arus globalisasi yang sudah
merajalela dalam bidang transportasi, teknologi dan komunikasi, dan
pengembangan media massa.
Strategi
pemberdayaan masyarakat berbasis kearifan lokal di era globalisasi yakni dengan
memperkuat nilai-nilai dan norma-norma leluhur dari nenek moyang yang ada di
masyarakat agar terjaga utuh kearifan lokal; mempertahankan budaya yang ada di
masyarakat dengan bertindak secara rasional sebagai akibat dari arus
globalisasi; menyaring budaya dari luar
(globalisasi) dengan menilai baik buruknya pengaruh dalam bidang teknologi dan
komunikasi, transportasi, pengembangan media massa, perubahan gaya hidup,
pendidikan, budaya, politik, agama, hukum dll.
MATERI 2
Salah satu indicator dari keberdayaan masyarakat adalah kemampuan dan kebebasan untuk membuat pilihan yang
terbaik
dalam
menentukan
atau
memperbaiki
kehidupannya.
Pendekatan
pemberdayaan
masyarakat
dalam
pembangunan
mengandung
arti
bahwa
manusia
ditempatkan
pada
posisi
pelaku
dan
penerima
manfaat
dari proses mencari solusi dan meraih hasil pembangunan. Dengan demikian maka masyarakat harus mampu meningkatkan kualitas kemandirian mengatasi masalah yang
dihadapi.
Upaya-upaya
pemberdayaan
masyarakat
seharusnya
mampu
berperan
meningkatkan
kualitas
sumber
daya
manusia (SDM) terutama dalam membentuk dan merubah perilaku masyarakat untuk mencapai taraf hidup yang lebih berkualitas.
Pemberdayaan komunitas tidak lain
adalah
memberikan
motivasi
dan
dorongan
kepada
masyarakat agar mampu menggali potensi dirinya dan berani bertindak memperbaiki kualitas hidupnya, melalui cara antara lain
dengan
pendidikan
untuk
penyadaran
dan
pemampuan
diri
mereka. Permberdayaan masyarakat dilakukan pada beberapa kelompok sosial yang ada di dalam masyarakat.Untuk melakukan pemberdayaan masyarakat secara umum dapat diwujudkan dengan menerapkan prinsip-prinsip dasar pendampingan masyarakat,
sebagai
berikut : (1)
Belajar Dari Masyarakat, (2)Pendamping sebagai Fasilitator,
Masyarakat
sebagi
pelaku, (3)
Saling
Belajar, Saling Berbagi Pengalaman. Pada prinsipnya pemberdayaan bukan merupakan suatu
program atau
kegiatan yang berdiri sendiri. Pemberdayaan merujuk pada serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk merubah lebih dari satu aspek pada diri dan kehidupan seseorang atau sekelompok
orang agar mampu
melakukan
tindakan-tindakan yang diperlukan untuk membuat kehidupannya lebih baik dan sejahtera. Upaya pemberdayaan masyarakat merupakan jalan yang
masih
panjang
dan
masih
penuh
tantangan.
Model pembangunan ekonomi yang sentralistik dan sangat kapitalistik telah melembaga sangat kuat baik secara ekonomi,
politik
maupun
budaya, sehingga tidak mudah untuk menjebolnya. Hanya dengan komitmen yang kuat dan keberpihakan
yang
tulus, serta upaya yang
sungguh-sungguh, pemberdayaan masyarakatakan dapat diwujudkan.
Pemberdayaan masyarakat
agar mampu
menjawab
tantangan di era globalisasi membutuhkan komitmen yang kuat dari pemerintah,
para
pelaku
ekonomi, rakyat, lembaga pendidikan, organisasi profesi,
serta
organisasi-organisasi non pemerintah lainnya. Komitmen itu dapat diwujudkan dalam bentuk memberikan kepercayaan berkembangnya kemampuan-kemampuan local atas dasar kebutuhan setempat. Penguatan peran serta masyarakat sebagai pelaku pembangunan,
harus
didorong
seluas-luasnya melalui program-program pendampingan menuju suatu kemandirian mereka. Disamping itu pula,
perlu
pengembangan
organisasi, ekonomi jaringan dan faktor-faktor pendukung lainnya. Dengan usaha pemberdayaan masyarakat yang ada dalam masyarakat
yang demikian
itu, diharapkan dapat membebaskan mereka dari berbagai permasalahan social untuk menuju kehidupan yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Adimihardja, ed. (1999). Petani Merajut
Tradisi Era Globalisasi: Pendayagunaan Sistem Pengetahuan Lokal dalam
Pembangunan, Bandung, Humaniora Utama Press.
Akhmad SatoriD:\Prosiding B5\(6)
Prosiding_Akhmad Satori (16.h).docx - _ftn1, (2012). Merajut Masyarakat
Multikultural Dalam Bingkai Otonomi Daerah, diakses dari http://akhmadsatori.blogspot.com/2012/04/merajut-masyarakat
multikulturaldalam.html, tanggal 15 September 2012.
Budiwati, Yulia (2011), Signifikansi Masyarakat
Multikultural Bagi PengembanganDemokrasi, Makalah Disajikan pada Seminar Nasional
Demikrasi dan Masyarakat Madani, FISIP – UT, 07 Juli 2011.
Dadang Respati Puguh (2009) Membangun
Masyarakat Madani Berbasis Kearifan Lokaldiakses dari http://www.babinrohisnakertrans.
org/artikel-islam/membangunmasyarakat-madani-berbasis-kearifanlokal-oleh-dadang-respati-puguh,
29 Agustus2012.
Dadang sudiadi, (2009) Menuju Kehidupan
Harmonis Dalam Masyarakat Yang Majemuk: Suatu Pandangan Pentingnya Pendekatan Multikultur
Dalam Pendidikan di Indonesia, diakses dari http://beritasore.com/2009/04/15/
membangun-masyarakatharmonis-dengan-semangat-multikulturalisme/, 29 Agustus
2012
Ganda, dalam Jefta Leibo, Sosiologi
Pedesaan, Yogyakarta : Andi Offset.
Hanum, Farida, 2005, Multikulturalisme
dan Pendidikan, diakseshttp://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/farida-hanum-msidr/multikulturalisme
dan-pendidikan.pdf, 9 April 2012.
Haryanto dkk (2009). Sistem Sosial
Budaya Indonesia, Jakarta, Universitas Terbuka.
J, Nasikun, 1995, Mencari Suatu Strategi
Pembangunan Masyarakat Desa Berparadigma
Kutut Suwondo, 2005, Civil Society Di
Aras Lokal: Perkembangan Hubungan Antara Rakyatdan Negara di Pedesaan Jawa,
Yogyakarta : Pustaka Pelajar & Percik.
Permendagri RI Nomor 7 Tahhun 2007
tentang Kader Pemberdayaan Masyarakat,Bandung : Fokus Media.
Ridwan, N. A. (2007). Landasan Keilmuan
Kearifan Lokal. Ibda P3M STAIN Purwokerto Vol 5 No.1 , 27-38.
Sartini. (2004). Menggali Kearifan Lokal
Nusantara Sebuah Kajian Filsafati . Jurnal Filsafat Jilid 37, Nomor 2 , 111.
Siregar, Parluhutan (2008), Revitalisasi
Kerarifan Lokal Batak Toba dalam MemperkuatKerukunan Umat Beragama, Jurnal
Multikultural dan Multireligius Vol. VII No. 27 Juli-September 2008.
Sitorus, Henry (1999). Rekonstruksi
Integrasi Sosial Melalui Manajemen SARA, Makalahdisajikan dalam Kongres ISI
III, Malang, 24 – 26 Pebruari 1999.
Sunyoto Usman,2004, Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat, Yogyakarta : PustakaPelajar.
Suparlan, Parsudi. 2002, Menuju
Masyarakat Indonesia Yang Multikultural, Makalah,Disajikan pada Simposium
Internasional Jurnal Antropologi Indonesia ke-3, Universitas Udayana, Denpasar,
Bali, 16-19 Juli 2002.
Susanti, Retno L.R. (2011) Membangun
pendidikan karakter di sekolah Melalui Kearifan Lokal, makalah disampaikan pada
Persidangan Dwitahunan FSUA-PPIK USM pada tanggal 26 s/d 27 Oktober 2011 di
Fakultas Sastra Unand, Padang.
Sutoro Eko, 2002, Pemberdayaan Masyarakat
Desa, Materi Diklat Pemberdayaan MasyarakatDesa, yang diselenggarakan Badan
Diklat Provinsi Kaltim, Samarinda, Desember 2002.
www.slideshare.net/bambangpoenya/tugas-pemberdayaan-masyarakat
di unduh pada tanggal 9 Januari 2015 pukul 19.00 WIB.
Mohon izin untuk dishare
BalasHapus